KOMPARASI GAYA VISUAL DAN MAKNA PADA DESAIN BATIK TIGA NEGERI DARI SOLO, LASEM, PEKALONGAN, BATANG, DAN CIREBON

Christine Claudia Lukman, Sandy Rismantojo, Jesslyn Valeska

Abstract


Batik Tiga Negeri merupakan batik pesisiran yang memiliki keunikan dalam proses produksinya. Di masa awal yakni tahun 1870-an, batik ini mengalami proses pencelupan pewarna alami di berbagai kota: merah di Lasem, biru di Pekalongan, dan cokelat di Solo. Hasilnya adalah batik yang menampilkan merah getih pithik, biru indigo, dan cokelat soga dengan motif hasil dari ketiga daerah tersebut. Saat itu Batik Tiga Negeri merupakan hasil kolaborasi kreatif para seniman batik di tiga sentra batik yang menampilkan keberagaman budaya visual. Dengan ditemukannya pewarna sintetik, proses pencelupan dapat dilakukan di satu tempat saja, sehingga istilah Batik Tiga Negeri sering hanya merujuk pada batik yang memiliki 3 warna (merah, biru, cokelat) dengan motif hasil hibridisasi batik pesisiran dan batik keraton. Selain di Solo, Batik Tiga Negeri diproduksi pula di Lasem, Pekalongan, Batang, dan Cirebon. Mengingat saat ini eksistensi Batik Tiga Negeri mulai kritis, perlu dibuat kajian yang bertujuan untuk memetakan variasi gaya visual beserta makna yang tersirat pada desain batik yang berasal dari daerah-daerah tersebut. Penelitian yang bersifat kualitatif dan deskriptif ini menggunakan pendekatan compositional interpretation untuk menganalisis gaya visual Batik Tiga Negeri dari masing-masing kota, dan semiotika untuk menganalisis makna konotatifnya. Purposive sample adalah Batik Tiga Negeri yang memiliki ciri khas gaya visual dari masing-masing daerah. Hasil analisis mengungkapkan variasi gaya visual disebabkan oleh perbedaan kondisi sosial budaya dari masing-masing daerah.

 

ABSTRACT

Batik Tiga Negeri is pesisiran batik whose production is unique. In the early years of 1870’s, the process of dyeing was carried out by various cities: red in Lasem, blue in Pekalongan, brown in Solo. The batik has ‘getih pithik’ red, indigo blue, and sogan brown, and hybridity motif from these regions. Batik Tiga Negeri displays cultural diversity, which forms Indonesian identity. The discovery of synthetic dyes makes the process can be done in one place so that the term Batik Tiga Negeri now refers only to batik, which has three colors and hybridity motifs of pesisiran and keraton. This batik is also produced in Solo, Lasem, Pekalongan, Batang, and Cirebon. Considering that existence of Tiga Negeri Batik has begun to be critical, research is needed to map variations in visual style and meanings. This study uses an analytical method with a compositional interpretation approach to analyze the visual style of batik from each city and semiotics to analyze socio-cultural conditions' relation to the visual style. Purposive samples are Batik Tiga Negeri that still has a classical design. The analysis results revealed variations in visual style caused by differences in the aesthetic taste of the target market and producer influenced by its socio-cultural conditions. 

 


Keywords


Batik Tiga Negeri, visual style comparison, socio-cultural conditions

Full Text:

PDF

References


Anas, Biranul. ed. (1997). Indonesia Indah: “Batik”. Jakarta. Yayasan Harapan Kita – BP3 Taman Mini Indonesia Indah.

Asa, Kusmin. (2006). Batik Pekalongan dalam Lintasan Sejarah. Paguyuban Pencinta Batik Pekalongan.

Asti Musman dan Ambar B., Batik: Warisan Adiluhung Nusantara, (Yogyakarta: G- MEDIA, 2011), hlm. 4.

Elliot, Inger McCabe, (2004). Batik: Fabled Cloth of Java. Periplus Edition. Singapore.

Handayani, Wuri. (2018). Bentuk, Makna dan Fungsi Seni Kerajinan Batik Cirebon. Jurnal ATRAT, vol. 6/no.1/01/2018

Humaedi, Ali. (2013). Budaya Hibrida Masyarakat Cirebon. Humaniora Vol 25. No.3 Oktober 2013. H. 281-295.

Kahdar, Kahfiati. Chandra Tresnadi. Tyar Ratuannisa. (2018). Color Mapping of Natural Dyes in Batik Pesisiran of Batik Batang from Batang Regency. Jurnal Sosioteknologi. Vol. 17, No. 1, April 2018.

Kalinggo Hanggopuro, Bathik Sebagai Busana Dalam Tatanan dan Tuntunan, (Surakarta: Yayasan Peduli Karaton Surakarta Hadiningrat, 2002), hlm. 8

Laksmi, V. Kristanti Putri. (2010). Simbolisme Motif Batik Pada Budaya Tradisional Jawa dalam Perspektif Politik dan Religi, Vol. 7 (No. 1), 73-84, ORN@MEN Jurnal Seni Rupa ISI Surakarta.

Mustika, Sri. (2018). Melestarikan Batik Tradisioal Rifa’iyah sebagai Identitas Budaya Komunitas Rifa’iyah. Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 21, Juli 2018.

Radford. Edu. (n.d.). 2012. The language of Art: Representation, abstraction, line, and color. https://www.radford.edu/rbarris/art216upd2012/artlanguageintro.html

Rose. Gillian. 2002. Visual Methodologies. SAGE Publications Ltd. London

Suliyati, Titiek. Dewi Yuliati. 2019. Pengembangan Motif Batik Semarang untuk Penguatan Identitas Budaya Semarang. Jurnal Sejarah Citra Lekha. Vol. 4, No. 1, h. 61-73.

Sundari, Koko. Yuswati. 1999. Album Seni Budaya Batik Pesisir. Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Wahono dkk. (2004). Gaya Ragam Hias Batik Tinjauan Makna dan Simbol. Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan .

Walker, J. A. 2010. Desain, Sejarah, Budaya. Jalasutra. Yogyakarta




DOI: http://dx.doi.org/10.22322/dkb.v39i1.6447

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2022 Christine Claudia Lukman, Christine Claudia Lukman, Sandy - Rismantojo, Sandy - Rismantojo

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.

 Dinamika Kerajinan dan Batik : Majalah Ilmiah indexeed by :